Teracuni dengan video perjalanan salah satu Youtuber yang melakukan perjalanan dari ujung barat menuju ujung timur Pulau Jawa dengan menggunakan Kereta Api, saya pun mulai tergoda untuk mengikutinya. Setelah menimbang dan mencoba mengajak beberapa rekan yang sekiranya bisa bergabung dalam trip ini, akhirnya terlaksana juga perjalanan kali ini. Berikut sedikit cerita tentang perjalanan ke timur season 2 kali ini. Untuk Journey To The East Season 1 sendiri merupakan rangkaian perjalanan saya ke Bali 11 tahun yang lalu, ceritanya bisa dibaca disini
Jumat, 20 Januari 2023
Perjalanan saya mulai dengan menggunakan Ojek Online menuju Stasiun Pasar Senen, salah satu stasiun yang melayani pemberangkatan kereta kereta jarak jauh selain Stasiun Gambir dan Stasiun Jakarta Kota. Stasiun Pasar Senen dengan kode stasiun PSE dikhususkan melayani kereta jarak jauh dengan kelas campuran antara kelas Eksekutif dan Ekonomi Premium seperti KA Mataram dan Brantas. Kereta kelas full ekonomi seperti Progo, Tawang Jaya dan lainnya. Stasiun Gambir (GMR) khusus pemberangkatan untuk kereta kereta Argo dan kereta Eksekutif lainnya, dan Stasiun Jakarta Kota (JAKK) untuk saat ini hanya melayani pemberangkatan dua kereta jarak jauh, yaitu, KA Menoreh dengan tujuan Stasiun Semarang Tawang (SMT) dan KA Kutojaya Utara tujuan Kutoarjo (KTA).
Kereta Api pertama yang saya naiki adalah KA 294 Progo dengan relasi Jakarta Pasar Senen – Lempuyangan (LPN). Perjalanan pertama ini saya bersama dengan salah satu teman kuliah saya, Saudara Ragil. Jam 22.00 rangkaian KA Progo dilangsir masuk ke jalur 1 Stasiun Pasar Senen. Lokomotif CC 204 03 01 merupakan salah satu Lokomotif CC 201 yang dirubah menjadi CC 204 dengan nomor lamanya yaitu CC 201 03.
KA Progo berangkat tepat waktu pada pukul 22.30. KA Progo merupakan salah satu KA keberangkatan paling akhir dari Stasiun Pasar Senen (PSE) kalau saya tidak salah keberangkatan di belakang KA Progo hanya menyisakan KA Bogowonto dengan relasi yang sama dengan KA Progo. Saya pribadi sebenarnya ingin menggunakan KA Bogowonto untuk keberangkatan pertama, namun saat saya melakukan pemesanan tiket sebulan sebelumnya, KA Bogowonto tidak muncul di aplikasi pemesanan.
Kami berada di kereta dua yang kali itu menggunakan kereta dengan nomer K3 0 04 09 milik Dipo Induk Yogyakarta. KA Progo sendiri merupakan salah satu KA yang dikritik banyak pelanggan. Harganya yang cukup mahal tidak disertai dengan kenyamanan penumpang. Rangkaian yang digunakan masih merupakan rangkaian ekonomi subsidi, saya pribadi lebih senang menyebutnya rangkaian survival. Kursi tegak dengan sudut 90 derajat, ruang kaki yang sempit dan kapasitas per keretanya yang banyak kurang lebih mengurangi kenyamanan bepergian. Saya sendiri mengalami sedikit kejadian yang kurang mengenakkan di perjalanan bersama KA Progo kali ini. Posisi saya yang duduk di pinggir tidak dapat duduk sepenuhnya karena penumpang yang satu kursi dengan saya berbadan cukup besar besar. Ada momen dimana saya terjatuh saat kereta berbelok karena dudukan saya yang tidak sempurna.
Rangkaian kereta Survival ini memang sudah selayaknya hanya ada di kereta kereta subsidi yang kisaran harganya masih dibawah Rp. 100.000,-. KA Bengawan dan KA Sri Tanjung merupakan salah satu contohnya. Harga yang murah untuk dua KA ini jelas sepadan dengan menggunakan rangkaian kereta Survival, tidak akan ada penumpang yang protes. Harapan saya PT. KAI selaku operator tunggal bisa memperbaiki layanan ini. Bisa dengan merubah menjadi ekonomi premium ataupun mengembalikan rangkaian kereta bisnis yang jauh lebih manusiawi. Perubahan paling minimal memodifikasi menjadi seperti rangkaian K3 milik Kemenhub. Meskipun masih dengan posisi kursi yang tegak, namun ruang kaki penumpang masih lebih manusiawi.
Perjalanan sendiri tidak mengalami kendala berarti. Meski saya sempat kesulitan tidur karena posisi yang kurang nyaman dan ditambah lagi lampu yang cukup silau. Saya akhirnya tertidur cukup lelap selepas Stasiun Cirebon Prujakan (CNP) hingga Stasiun Purwokerto (PWK) dan kembali terlelap hingga Stasiun Kutoarjo (KTA). Selepas Stasiun Kutoarjo (KTA) matahari sudah mulai nampak, hingga cukup sayang jika dilewatkan dengan tidur. Jalur dari Stasiun Kutorarjo (KTA) hingga Stasiun Klaten (KT) merupakan salah satu favorit saya sejak jaman kuliah, terlebih lagi bila melewatinya saat pagi hari.
Perjalanan berakhir di Stasiun Lempuyangan (LPN) sekitar pukul 07.10. Alhamdulillah etape pertama selesai. Jarak kurang lebih 450 kilometer sukses ditempuh selama 8 jam 40 menit kurang lebih.